Sekjen Kemenag Ingatkan Pentingnya Penguatan Akademik untuk Transformasi PTKI

By Admin

nusakini.com--Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) binaan Kementerian Agama terus berbenah. Sejumlah upaya peningkatan kualitas terus dilakukan dan beberapa di antaranya bermuara pada transformasi institusi PTKI, baik dari STAIN menjadi IAIN maupun dari IAIN menjadi UIN. 

Terkait hal ini, Sekjen Kemenag Nur Syam mengingatkan civitas akademika PTKI untuk terus melakukan penguatan akademik. Menurutnya, membangun kekuatan akademik diperlukan dalam kerangka transformasi institusi. 

"Harus disadari bahwa tugas pendidikan tinggi adalah menguatkan dunia akademik yang unggul. Untuk kepentingan ini maka yang dibutuhkan adalah bagaimana agar PTKIN memiliki keunggulan akreditasi," kata Nur Syam dalam Rakor STAIN Pamekasan di Surabaya, Kamis (22/12). 

Acara ini dihadiri oleh pejabat STAIN Pamekasan, baik struktural maupun fungsional, mulai dari Ketua STAIN, Mohammad Qosim, para wakil ketua, serta civitas akademika dan para pejabat baru yang diangkat untuk masa pengabdian 2016-2020. 

"Jika ada program studi yang bernilai C, maka agar segera diupayakan agar sesegera mungkin dilakukan evaluasi ulang dan kemudian diajukan untuk memperoleh nilai yang lebih baik," tambahnya. 

Di hadapan pemangku kepentingan STAIN Pamekasan, Nur Syam meminta agar masing-masing dapat menunjukkan bahwa program studi yang dikembangkan bisa memiliki pengakuan nasional sesuai dengan standard akreditasi dari BAN-PT. Menurutnya, sampai saat ini, untuk mengetahui apakah sebuah PTKI maju dan berkualitas atau tidak, adalah melalui pengakuan BAN-PT. 

"Kita bersyukur bahwa sudah ada beberapa PTKIN yang memperoleh nilai A dari BAN-PT, seperti UIN Jakarta, UIN Malang, UIN Yogyakarta, dan terakhir IAIN Banjarmasin," ujarnya. 

Untuk memperkuat akademik, lanjut Nur Syam, maka program pembelajaran, riset, pengabdian masyarakat dan kapasitas akademik semua komponen PTKI harus juga terus meningkat. Inovasi pembelajaran harus terus dikembangkan dengan memanfaatkan IT. Demikian pula jurnal akademik, harus terwujud dan memperoleh pengakuan yang layak dari Kemenristekdikti atau LIPI. 

"Semua visi harus ditujukan pada keinginan mengembangkan program studi yang distingtif dan ekselen. Kita tidak boleh merasa puas dengan apa yang kita capai hari ini, akan tetapi terus berupaya agar kita mencapai yang terbaik," pesan mantan Rektor IAIN Sunan Ampel Surabaya ini. 

Selain penguatan akademik, Nur Syam juga menggarisbawahi pentingnya peningkatan kekuatan SDM. Menurutnya, tenaga pendidik dan kependidikan adalah kunci sukses sebuah PT. Jika PT dihuni orang-orang hebat sesuai keahliannya, maka dipastikan akan diminati masyarakat. "Perguruan tinggi terbaik, seperti Harvard University, Oxford University, MIT, dan lainnya, menjadi PT hebat di dunia disebabkan banyaknya dosen yang memperoleh penghargaan Nobel. Penghargaan ini menandai upaya terus menerus dari seorang dosen di dalam riset dan program pendidikannya," tutur Nur Syam. 

SDM menjadi faktor penting, lanjut Nur Syam, dalam kerangka transformasi institute. Sebab, Kemen PAN dan RB juga memberikan penilaian tentang kualifikasi dosen. Banyaknya professor dan doktor menjadi ukuran utama dalam penilian tranformasi institusi. 

"Kita patut gembira, karena hasil evaluasi yang dilakukan Kemen PAN dan RB dan Kemenag 'selalu' menghasilkan peringkat yang sama. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara hasil penilaian Kemenag dan Kemen PAN dan RB. Ini menandakan bahwa instrument yang kita gunakan memiliki validitas yang memadai," kata Nur Syam. 

Selain itu, para dosen juga harus menulis, baik dalam bentuk karya akademik murni atau karya akademik popular. Keduanya dibutuhkan sebagai pertanda bahwa STAIN ini ada. 

"Saya selalu menjadikan pepatah 'verba valent scripta manent'sebagai panduan. 'Kita menulis maka kita ada'. Saya tentu mengapresiasi bahwa STAIN Pamekasan sudah memiliki dua jurnal terakreditasi. Ke depan harus semakin banyak jurnal yang terakreditasi, sehingga semakin banyak peluang dosen untuk mempublis hasil penelitian dan permenungannya tentang dunia akademik," harapnya. 

Catatan ketiga Sekjen terkait pentingnya penguatan academic environment. Menurutnya, para civitas akademika harus dapat menjadikan PTKI sebagai masyarakat akademis, bukan masyarakat politis. Bukan berarti kampus 'tabu' membicarakan politik, tetapi jangan jadikan kampus sebagai ajang untuk kontestasi politik. 

"Tentu boleh ada faksi-faksi karena itu sangat manusiawi. Akan tetapi jangan jadikan faksi-faksi itu sebagai ajang untuk saling berkonstestasi negatif dan menghakimi," ujarnya. 

Sebagai lingkungan akademis, lanjut Guru Besar IAIN Sunan Ampel Surabaya ini, PT harus mengembangkan nuansa untuk saling berdiskusi, meneliti dan mengembangkan kapabilitas akademik. Karenanya, harus ada tradisi menulis yang kuat di PTKI. 

Berbagi pengalaman, Nur Syam yang juga aktif di blog (liha: https://nursyam.uinsby.ac.id/) mengatakan bahwa dirinya masih rajin menulis. Tulisan-tulisan guru besar bidang Dakwah ini sudah mencapai 1449 artikel. 

"Ternyata, ada sebanyak 48.183 orang Amerika yang mengakses. Artikel saya itu dibaca oleh masyarakat di 37 negara di dunia dan sebanyak 568.854 halaman yang dibaca orang," katanya berbagi. 

Sekjen menegaskan, PTKI harus mengembangkan tradisi menulis agar kampus bisa menjadi lahan akademik yang ekselen. Para pimpinan PTKI menurutnya harus mampu menjadikan kampusnya sebagai medan akademik yang unggul dengan terus memberikan dukungan bagi SDM-nya untuk maju dan berbuat optimal untuk dunia pendidikan. 

"Untuk proses transformasi, berikan kami senjata akademiknya, sehingga disaat mendiskusikan kekuatan PTKIN yang akan alih status di Kementerian lain, kami dengan kepala tegak dan dada membusung untuk menyatakan kekuatannya," tandas Nur Syam.(p/ab)